Rabu, 22 April 2009

Hak Reproduksi Terabaikan Karena Ketidaktahuan

( Madiun-DIFAA ), Selasa tanggal 14 april 2009, DIFAA bersama dengan perempuan pekerja seks (PS) lokalisasi Kedung Banteng melakukan konsultasi kesehatan dengan dinas kesehatan kabupaten Ponorogo. Acara tersebut diikuti kurang lebih 30 orang PS yang diproyeksikan sebagai kader inti atau peer educator (PE) untuk sosialisasi kepada PS yang lain, team DIFAA dan perwakilan dari Dinas Kesehatan.


Konsultasi kesehatan yang dilaksanakan di aula KUA Kecamatan Sukorejo Ponorogo ini bertujuan untuk membedah persoalan kesehatan reproduksi berikut solusi alternatifnya. Mengetahui jenis obat dan dampak bahayanya kepada PS yang sering memakai obat tanpa resep dokter dan mengusulkan untuk pemenuhan fasilitas kesehatan di lokalisasi Kedung Banteng agar memadai dan layak.

Kegiatan ini terlaksana karena adanya keresahan dari beberapa PS yang berada di lokalisasi terkait dengan kebiasaan mereka mengobati penyakit sendiri tanpa melalui konsultasi kepada pihak yang berkompeten misalnya kepada bidan, dokter atau ke puskesmas. Ada banyak faktor mengapa mereka melakukan hal tersebut, diantaranya karena masih sedikit pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Sehingga untuk membicarakan persoalan yang terkait dengan alat reproduksinya mereka masih malu dan tabu. Kedua biaya kesehatan yang berhubungan dengan kulit dan kelamin cenderung mahal sehingga mereka memilih mengobati sendiri dengan biaya murah tapi beresiko tinggi.

Pengunaan obat itu juga didasarkan pengetahuan mereka terhadap pengalaman penyakit teman-teman sendiri. Bila gejala sakitnya sama maka mereka akan mengkonsumsi obat yang sama tanpa memeriksakan dahulu ke puskesmas atau kepada dokter. Perilaku seperti ini yang membahayakan karena tidak semua penyakit dengan gejala yang sama obatnya juga sama. Oleh karena itu diperlukan konsultasi kesehatan terlebih dahulu sebelum mengobati sendiri.

Untuk fasilitas kesehatan yang berada di lokalisasi Kedung Banteng masih belum memadai. Seharusnya ada klinik pengobatan dan petugas yang selalu siap di lokalisasi untuk melayani masyarakat. Dari lokasi Kedung Banteng ini membutuhkan waktu yang lama dan jalan yang rusak untuk sampai pada puskesmas terdekat. Padahal pelayanan kesehatan bersifat penting, respon cepat dan tanggap terhadap pasien.

Berdasarkan kebutuhan diatas, DIFAA memfasilitasi mereka untuk melakukan dialog langsung dengan dinas kesehatan terkait dengan persoalan kesehatan reproduksi.
Dr. Luky Hanifah sebagai kepala puskesmas Sukorejo menuturkan bahwa penyakit di Indonesia meningkat bukan hanya PMS dan IMS saja, tetapi penyakit di luar PMS dan IMS seperti hepatitis dan kanker. Perempuan memang sangat rentan terhadap kanker payudara dan kanker rahim karena alat reproduksi perempuan terletak di dalam dan sangat sulit untuk mendeteksinya. Sehingga disarankan bagi perempuan yang sudah aktif secara seksual untuk melakukan papsmear yaitu pemeriksaan kanker sejak dini minimal 3 bulan sekali. Suntikan yang dilakukan seminggu sekali dan bahasa lokalnya ”korekan” (mengambil cairan vagina untuk diperiksa) hanya untuk mengetahui apakah PS tersebut terkena infeksi menular seksual atau tidak. Sedangkan untuk mengetahui adanya kanker harus dengan papsmear. Selain itu beliau menganjurkan kepada PS untuk mendeteksi secara dini terhadap kanker dengan meraba payudaranya saat mandi. Apakah ada benjolan atau tidak disekitarnya. Bila ada benjolan licin dan halus itu tahap kanker ringan, kalau benjolan yang berbengkol-bengkol dan terasa sakit biasanya itu kanker ganas.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah kebersihan rumah dan lingkungan. Kebersihan kamar mandi dan perlunya ventilasi untuk pertukaran udara bersih. Dari PS sendiri banyak yang mengajukan pertanyaan terkait dengan obat yang disuntikkan. ”Kalau yang disuntikkan setiap hari Rabu itu jenisnya antibiotik atau jenis apa, kok warnanya merah dan putih?” tanya salah satu pekerja seks.

Dari pihak Puskesmas menjelaskan kalau yang disuntikkan kepada PS itu adalah vitamin bukan antibiotik. ”Mengapa vitamin, karena itu untuk menjaga kesehatan mbak-mbak ini yang kerjanya gak kenal waktu. Seperti mesin kalau tidak dirawat ya bisa rusak, makanya perlu dijaga,” ungkap bu Lucky Hanifah. ”Kegunaan vitamin untuk menjaga kesehatan, sedangkan kalau antibiotik malah akan memperparah kondisi kesehatan. Jika penyakitnya tidak sama kemudian diberi antibiotik, penyakitnya bisa kebal terhadap tubuh,” lanjutnya.

Konsultasi kesehatan ini merupakan wujud dari kesadaran perempuan pekerja seks di lokalisasi Kedung Banteng dalam memperjuangkan haknya untuk mendapatkan akses informasi kesehatan terlebih tentang kesehatan reproduksi. Sikap ini berdasarkan konferensi international kependudukan dan pembangunan (ICPD) tahun 1994 di Kairo yang sudah ditandatangani oleh pemerintah. Diantara hak-hak reproduksi yang dijamin menurut ICPD antara lain adalah hak untuk mendapatkan layanan kesehatan reproduksi, hak atas informasi, hak untuk memilih pasangan dan hak untuk melakukan hubungan seksual tanpa paksaan.

Sedangkan yang dimaksud dengan hak reproduksi adalah hak untuk semua pasangan dan individual untuk mendapatkan informasi dan pelayanan. Menentukan/memutuskan dan bertanggung jawab berkenaan dengan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksinya tanpa diskriminasi. Oleh karena itu negara harus bertanggung jawab atas penyediaan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi yang layak. Kesehatan adalah hak rakyat tanpa melihat status dan pekerjaannya.

Senada dengan yang diungkapkan Faridah selaku Program Leader DIFAA bahwa, setiap manusia tanpa pandang bulu mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan yang layak begitu juga dengan pekerja seks yang ada dilokalisasi Kedung Banteng ini. Akses informasi dan minimnya pengetahuan tentang hak reproduksi membuat hak mereka terabaikan,” ungkapnya. ”Ini menjadi tugas bersama antara pihak-pihak yang terkait seperti pemerintahan daerah, NGO (Non Goverment Organisation), dan institusi yang berkaitan langsung untuk terus melakukan tindakan strategis mempromosikan hak reproduksi dan melakukan penyadaran akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi. Hal ini bisa dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti, workshop, seminar, pelatihan, dialog interaktif di radio maupun di televisi, dan training-training, dengan tema hak reproduksi secara berkelanjutan untuk perluasan informasi secara menyeluruh,” tambahnya.

Kondisi seperti ini sudah terrekam oleh DIFAA pada kesepakatan bersama di Workshop Planning dengan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Kepolisian, pemerintahan kecamatan sampai pemerintahan desa di wilayah Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo. Perwakilan dari stake holder ini bersepakat untuk bersama-sama melakukan pendidikan kritis terhadap masyarakat khususnya komunitas Lokalisasi Kedung Banteng untuk penyebaran informasi terkait dengan kesehatan reproduksi sampai pada tahapan aksi. Di akhir pertemuan konsultasi kesehatan menghasilkan rencana tindak lanjut untuk mengupayakan adanya aturan bersama 'wajib kondom' di Lokalisasi Kedung Banteng, sebagai usaha preventif meminimalisir penyebaran penyakit menular seksual, HIV dan AIDS. (Sirin DIFAA)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar