Rabu, 22 April 2009

Kesehatan Jombang Jamkesmas Belum Merata, Bupati Jombang Dapat Penghargaan

(Jombang-ICDHRE) Kesehatan adalah gaya hidup. Kalimat tersebut nampak jelas terpampang pada website Dinas Kesehatan Jombang. Menunjukkan bahwa kalimat itu menjadi landasan dasar dalam menciptakan tatanan masyarakat dengan kesehatan sebagai mindset utama.


Pada akhir Desember 2008 lalu, penghargaan diterima oleh Bupati Jombang, Suyanto, sebagai salah satu dari 10 kepala daerah terbaik dari 300 kepala daerah se-Indonesia versi sebuah majalah ternama.
Bupati Jombang diindikasikan mampu dan berhasil mengembangkan pusat kesehatan masyarakat setara dengan rumah sakit kecil yang tersedia berbagai fasilitas medis termaksud dokter spesialis. Dikarenakan adanya kerjasama, ketelatenan, kesabaran, dan mau melihat dari dekat apa yang saat ini menjadi keluhan masyarakat pedesaan khususnya yang kurang mampu sehingga pelayanan kesehatan benar-benar didapat secara langsung dan tepat sasaran, tulis majalah tersebut. Tapi benarkah kesehatan di Jombang telah benar-benar tertangani secara serius?
September 2008, kartu Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) dibagikan kepada sebagian masyarakat yang masuk dalam kategori miskin. Kasi Promkes dan Jaminan Kesehatan Bidang Pemberdayaan dan Sumberdaya Kesehatan Jombang, Gatot Sunarto, menegaskan bahwa saat ini jumlah penerima kartu Jamkesmas sebanyak 255.130 Jiwa. Data tersebut langsung diterima dari Pusat. Namun, meskipun masih ada sekitar 50.000 warga miskin Jombang yang belum mendapat kartu Jamkesmas, kakek 3 cucu ini menilai Jamkesmas di Jombang sudah merata karena sesuai dengan prosedur.
Untuk mengakomodir warga miskin yang tidak mendapat fasilitas kesehatan melalui kartu Jamkesmas, Pemkab Jombang mengalokasikan dana Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) sebesar 3,7 M. Anggaran 2 M untuk RSD Jombang, dan 1,7 M untuk Dinas Kesehatan. Anggaran tersebut diperuntukkan bagi 50.090 warga miskin Jombang.
Berbeda dengan kenyataan di lapangan, Tatik warga Desa Kapas yang mendapatkan kartu Jamkesmas menuturkan bahwa dirinya pernah berobat ke Rumah Sakit Umum Jombang, namun karena stok obat generik habis maka dia diminta seorang petugas rumah sakit untuk membeli di tempatnya. "Karna stok obat habis, seorang petugas rumah sakit meminta saya membeli obat di tempatnya," ujar perempuan yang bekerja sebagai pembantu ini.
Sunarto, salah seorang yang pernah datang ke tempat Ponari, si dukun cilik ini mengungkapkan kekecewaannya. "Saya ini warga miskin, tapi kok tidak dapat kartu jamkesmas itu, lha wong di koran ditulis warga miskin di Jombang dapat kartu jamkesmas tapi saya kok tidak? Buat makan sendiri saja susah, ya uwes saya ke Ponari saja, toh penyakit lumpuh tangan yang saya derita ini nyatanya bisa sembuh setelah minum air itu," ungkap pria lajang 51 tahun itu.
Dinas Kesehatan yang diwakili oleh Kasi Promkes, Gatot Sunarto, ketika dikonfirmasi terkait pelayanan terhadap penerima kartu Jamkesmas menegaskan, "monggo dilaporkan kepada saya, siapa saja yang dirasa tidak sesuai prosedur dalam melayani pemilik kartu Jamkesmas dan nanti akan saya sampaikan ke Dinkes, saya juga siap menghadapi masyarakat yang kurang memahami bagaimana prosedur pengobatan bagi pemilik kartu Jamkesmas," tegas pria yang sejak tahun 1976 mengabdikan dirinya di bidang promkes ini.
Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 3 menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Kalau substansi dari undang-undang itu saja tidak terimplementasikan secara baik bagaimana mungkin terwujud derajat kesehatan secara optimal?
Tanggapan Keluarga Ponari terhadap Pelayanan Kesehatan di Jombang
Memasuki awal tahun 2009, Jombang dihebohkan dengan munculnya bocah cilik yang tiba-tiba dianggap menjadi dewa penyelamat. Dialah Ponari, bocah yang duduk di kelas 3 sekolah dasar ini menemukan batu ajaib yang kemudian diyakini banyak warga masyarakat sebagai batu bertuah yang mampu menyembuhkan warga khususnya yang sulit ekonominya.
Seiring perjalanannya, Pemerintah Kabupaten, Jajaran Muspida dan tokoh agama melarang keras terhadap hadirnya praktek pengobatan alternatif ini dengan alasan menyesatkan, irasional dan terlebih memusyrikkan sebagian besar masyarakat.
Meski telah berkali-kali menutup praktek pengobatan tersebut, toh tidak menyurutkan keinginan masyarakat yang ingin berobat ke dukun cilik tersebut. Sampai akhirnya praktek Ponari dibuka lagi, dan masih banyak ribuan warga yang mengantri secara tertib guna mendapat giliran celupan pada air yang dibawa masing-masing orang.
Paeno, pria yang dianggap keluarga Ponari sebagai ayah angkat bocah 9 tahun tersebut angkat bicara tentang implementasi pelayanan kesehatan di Jombang. Dia mengungkapkan bahwa sebenarnya pemerintah harus menjadikan contoh kasus datangnya ribuan warga ke tempat anak angkatnya untuk berobat itu sebagai sebuah pelajaran, cerminan bahwa sesungguhnya pelayanan di rumah sakit seringkali membuat kecewa para pasien yang datang. Entah itu model pelayanannya yang kurang ramah atau biaya yang terlalu besar yang harus dikeluarkan untuk sekali pengobatan.
Ketika media SOERAT mencoba menanyakan suatu hal terhadap Ponari berkenaan dengan kesehatan, bocah yang terlihat periang itu hanya diam dan lebih asyik memainkan gamenya. "Wajar mbak, dia (Ponari) tidak mau bicara kalau sedang asyik main game," jawab ayat angkat Ponari
Pria yang berpostur agak tinggi tersebut menambahkan, "tentang kesehatan, sebenarnya banyak juga mbak yang menyebabkan kesehatan di kota ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Misalkan tentang solialisasi penerima kartu Jamkesmas, menurut saya banyak warga masyarakat yang mungkin tidak tahu dengan jumlah jiwa yang ditetapkan oleh pemerintah. Siapa saja yang mendapat kartu layanan jamkesmas maka dari itu banyak anggapan bahwa penerima kartu Jamkesmas salah sasaran. Kalau sudah begini, ya tidak boleh menyalahkan masyarakat yang tidak tahu menahu soal ini. Mestinya sosialiasinya juga diperbaiki," tambahnya panjang.
Disinggung tentang ribuan warga yang datang bahkan dari luar daerah sekalipun, Paeno menegaskan sekali lagi, "kita tidak pernah mengundang orang-orang sakit datang berobat kemari, justru mereka datang dengan mengharap kesembuhan. Alhamdulillah banyak yang sembuh, semua itu kehendak-Nya. Nah, yang saya harapkan kepada pemerintah agar Jamkesmas tersalurkan dengan baik, agar banyak orang-orang sakit dapat terlayani dengan baik,!" tegasnya. (Nophee)

1 komentar:

  1. inilah akibat pemerintah tidak bisa mengurus rakyatnya dalam bidang kesehatan

    BalasHapus