Selasa, 03 November 2009

“Sekolah Dilarang Melarang”

(Madiun-Difaa) Tanggal 28 Oktober 1928 atau 81 tahun lalu menjadi tonggak persatuan tekad dan semangat nasionalisme pemuda. Pemuda dari berbagai daerah yang tergabung dalam berbagai perkumpulan daerah antara lain Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, bertemu di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta. Pertemuan itu melahirkan kesatuan tekad, semangat, dan tujuan perjuangan bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bebas dari penjajahan bangsa lain. Saat ini, 64 tahun merdeka, kita perlu memaknai kembali peristiwa bersejarah tersebut, terutama dalam menghadapi era globalisasi.

Pertemuan pemuda pada tahun 1928 itu merupakan proses yang panjang dari perjalanan perjuangan bangsa. Berbagai perjuangan sebelumnya yang dilakukan para pejuang selalu dapat dipatahkan penjajah/Belanda. Karena perjuangan sebelum tahun 1928 bersifat kedaerahan, adu fisik, dan tidak ada persatuan semangat dan tujuan bersama. Dengan terlaksananya pertemuan pemuda yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda maka dimulailah babak baru perjuangan bangsa yang akhirnya menghantarkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Setelah Indonesia merdeka, pemuda meneruskan peran dengan mengisi kemerdekaan. Berbagai kiprah dan bentuk pengabdian kepada negara pasti berbeda dengan masa perjuangan kemerdekaan dulu. Hal tersebut merupakan cara dan memaknai perjuangan pemuda tempo dulu, sesuai dengan pernyataan Bapak Chusnul Yaqien, SH, Kasi Pembinaan Generasi Muda dan Olah Raga Dinas Pendidikan, Budaya, Pemuda dan Olah Raga Kota Madiun, “Saya kira meski bentuk perjuangan pemuda berbeda dengan masa dulu, tetapi pemuda harus tetap mempertahankan NKRI, berkiprah sesuai dengan bidang dan kemampuannya, termasuk mau menjaga budaya kita seperti Reog atau kesenian yang lain”.
Yohanes Manasye atau biasa dipanggil John, adalah salah seorang pengurus kelompok studi SDM (Sekolah Dilarang Melarang). Sekolah non formal ini merupakan kelompok studi yang terbentuk pada bulan Juni 2009, yang kelahirannya diprakarsai oleh DIFAA Madiun. SDM dalam kegiatannya menganut sistem belajar terbuka, aspiratif, setara, dan partisipatif. John sebagai bagian dari SDM yang juga menjabat sebagai Ketua Presidium PMKRI Madiun periode 2008-2009, menyatakan bahwa bentuk perjuangan pemuda sekarang secara internal harus meningkatkan kualitas, pengetahuan, dan integritas diri. “Pemuda terutama mahasiswa jangan bergerak di tingkat elit saja, tetapi harus masuk dan peduli dengan situasi yang terjadi di masyarakat secara langsung,” ujar John.
Hal senada disampaikan oleh Chusnul Yaqien bahwa, Sumpah Pemuda tahun ini seharusnya diperingati untuk dimaknai ulang oleh pemuda Indonesia. Bagaimana menjaga semangat kebangsaan yang melekat dalam sanubari pemuda. Menurut Chusnul, ada banyak hal yang harus dilakukan untuk memaknai Sumpah Pemuda. “Salah satu cara adalah menjaga dan mengembangkan budaya. Karena budaya Indonesia sangat banyak dan bernilai tinggi. Jangan baru sadar ketika ada klaim budaya dari bangsa lain. Pemuda juga harus bisa menjaga agar tidak terlibat dengan gerakan radikal seperti terorisme yang merugikan bangsa dan negara sendiri,” kata Bapak Chusnul.
Sementara bagi John, menjaga rasa kebangsaan bisa diwujudkan dengan cinta produk dalam negeri, karena produk dalam negeri sebenarnya tidak kalah bagus dengan produk luar negeri. “Adalah memprihatinkan apabila pemuda sekarang lebih suka produk luar negeri, termasuk juga suka dengan gaya hidupnya yang belum tentu cocok dengan masyarakat kita,” kata John.
Pemuda Indonesia sekarang ini lebih mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kemampuan diri dan mengoptimalkan potensi diri sehingga lebih siap menghadapi tantangan globalisasi yang penuh dengan persaingan. Globalisasi adalah masa di mana sekat negara, wilayah, sistem, dan ideologi semakin tipis. Maka persaingan kerja semakin ketat. “Generasi muda sekarang lebih bebas, leluasa, dan pasti lebih mampu bersaing, asal jangan terjebak dalam globalisasi yang bersifat negatif. Ambil sisi positif dari globalisasi,” tambah Chusnul Yaqien.
Pemuda harus siap bersaing dalam tantangan globalisasi yang membutuhkan kemampuan dan skill yang memadai. Karena dalam era globalisasi hanya yang kuat dan berkemampuan dengan skill tinggi yang dapat bertahan. “Pemuda mesti melengkapi diri dengan berbagai kemampuan, meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan iman takwa (Imtaq). Iman dan takwa tetap penting agar teknologi dapat membawa kebaikan bagi manusia,” tambah Bapak Chusnul.

Sumpah Pemuda dan Perempuan
Makna sumpah pemuda yang diperingati juga dapat dijadikan semangat bagi pemudi/perempuan Indonesia untuk meningkatkan perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemudi Indonesia harus mampu tampil ambil peran langsung dalam berbagai problem perempuan Indonesia. “Berbagai masalah perempuan mulai dari kemiskinan, pendidikan yang masih rendah, kekerasan baik KDRT maupun kekerasan pada buruh migran yang tinggi dan trafficking perlu segera diselesaikan,” ungkap Diah Ayu Kartikasari, pengurus SDM yang juga pengurus PMII IKIP PGRI Madiun.
Penyelesaian masalah perempuan Indonesia harus dilihat dari berbagai faktor termasuk faktor penyebab maka pendidikan adalah hal utama dan sangat penting untuk di lakukan. “Pendidikan menjadi kunci perubahan kehidupan dan kesejahteraan sehingga kesempatan kerja akan lebih terbuka bagi perempuan jika pendidikan lebih diperhatikan dan terjangkau,” tambah Diah lagi.
Perempuan harus terlibat aktif dalam upaya penyelesaian persoalan perempuan karena berbagai faktor:
1. Bahwa jumlah perempuan Indonesia separoh lebih banyak dari jumlah laki-laki, maka akan jadi tugas berat jika hanya laki-laki yang terlibat.
2. Persoalan perempuan lebih dipahami oleh perempuan sehingga penyelesaian masalah perempuan perlu melibatkan perempuan.
3. Laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan yang sama, hanya saja kesempatan belum terbuka lebar bagi perempuan.
( Ari Royani- DIFAA )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar