Selasa, 03 November 2009

PAUD di Desa Mojorwano: Terapkan Metode Pendekatan Komunitas

(Jombang-Alha-Raka) Sejak dari dulu Desa Mojowarno Kec. Mojowarno Jombang terkenal dengan kerukunan dan kekompakan penduduknya. Meskipun ada perbedaan keyakinan agama, Desa Mojowarno nyaris tak pernah terdengar keretakan atau konflik bernuansa agama. Tak hanya dari sisi agama, untuk pendidikan putra-putri mereka sepakat untuk merintis PAUD (pendidikan anak usia dini) dengan metode pendekatan komunitas berswadaya bersama-sama sejak bulan agustus yakni tahun ajaran baru 2009.

Keragaman penduduk merupakan potensi sejarah sehingga menempatkan Desa Mojowarno sebagai desa yang ramah terhadap perbedaan. Potensi keragaman ini ingin dijaga oleh warganya, mulai dari tradisi budaya, tradisi sosial, hingga tradisi keagamaan masing-masing. Tampaknya persatuan dan keutuhan antar warga adalah kunci kesuksesan majunya suatu desa. Menurut Catur Budi Setyo S.P, bahwa mempertahankan keharmonisan kehidupan sosial yang plural, bukanlah sebuah upaya yang mudah. Banyak kendala yang harus dilalui, sebab pluralitas terutama agama, didalamnya mengandung potensi konflik yang sangat besar. Salah satu cara dilakukan untuk meredam konflik yang berlatar agama ini adalah kebersamaan, substansi terpenting dari sebuah kerukunan harus benar-benar tercermin dalam proses interaksi antar umat beragama dalam kehidupan sosial. Hal ini bisa berupa kegiatan bersama seperti PAUD. “Ayo dulur podo jogo kerukunan, kalimat ini sering saya ucapkan kepada semua warga di setiap kegiatan. Kami tidak harus melakukan diskusi, seminar atau kegiatan bersama secara insidental. Akan tetapi aktifitas keseharian yang melibatkan orang-orang yang berkeyakinan berbeda, bisa menjadi dialog antar umat beragama untuk menjaga komunikasi secara terus menerus. Untuk itulah desa juga memerlukan generasi handal dengan pendidikan yang baik sejak usia dini,” katanya.

Hal ini juga tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional bahwa warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya (pasal 12, ayat 1b). Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat inilah Catur beserta istri, Riris Dyah Nugrahini, merintis PAUD dan memberinya nama Sahabat.

Riris juga termasuk salah satu penggerak ibu-ibu PKK hingga jalan untuk membuka komunikasi dengan ibu-ibu di Mojowarno sangat mudah. Inisiatif ini langsung direspon positif oleh kaum hawa, dengan memberi pengertian bahwa maksud kehadiran PAUD di tengah keberagaman merupakan upaya untuk bersama-sama mengangkat pendidikan generasi Mojowarno dari awal. “Konsep PAUD Sahabat untuk umum, artinya tidak ada pembedaan baik muslim atau non muslim. Namun karena mayoritas yang terdaftar sampai saat ini sebagian besar muslim maka yang sering dipakai tradisi berdoa yaa muslim. Sedangkan untuk menu pendalaman keagamaan bagi anak non muslim tentunya kami juga menyediakan guru non muslim yang mampu bercerita tentang ajaran keyakinannya. Inipun kelasnya disendirikan, agar tidak terganggu,” jelas Riris, sapaan akrabnya.

Adanya PAUD selain untuk merekatkan hubungan sosial antar orang tua, ternyata si anak pun terbawa. Diusia yang masih dini anak telah diajari untuk hidup bersosial. Dimana semisal ketika si anak bermain harus rela ketika mainannya disukai oleh temanya, mau tidak mau si anak yang memegang mainan harus rela mainannya dipinjam oleh temanya. Pengalaman ini dialami oleh Riris yang juga masih mempunyai putri kecil yang ikut sekolah di PAUD Sahabat. “Putri saya Gurit, biasanya minta mau menang jika bermain. Namun ketika telah beberapa kali mengikuti arahan dari para guru PAUD sahabat, kini banyak perubahan yang terjadi. Diantaranya ketika bermain sudah mau mengalah dan berbagi jika temannya yang minta mainannya. Kemandirian juga meningkat mau duduk bersama teman-temannya. Dan bangunnya pagi, karena ada motivasi sekolah. Jika tidak sekolah yaa biasanya siang baru bangun, maklum namanya juga anak-anak,” tuturnya.

PAUD Tanamkan Solidaritas Sejak Dini
Dari hasil berbagi pengalaman yang diutarakan Riris, ternyata dibenarkan juga oleh ibu Tutus Indrawati, bahwa PAUD memang sangat penting untuk menumbuhkan keberanian anak. Di usia balita anak kalau tidak dibiasakan bersosialisasi dan berkumpul dengan teman-teman sebayanya maka dikhawatirkan anak menjadi pendiam dan menjadi pribadi yang tertutup. “Anugerah nama putri saya memang baru berumur 3 tahun 2 bulan, sebelum mengikuti PAUD, ia lebih suka bermain sendiri. Namun sejak ada PAUD Anugerah sekarang ada peningkatan lebih pintar dan kreatif dalam bermain. Harapan saya saat ini memang telah terwujud yakni anak saya tidak takut lagi bersosialisasi, dan ketika nanti memasuki usia TK (Taman Kanan-Kanak) tentunya ia telah memiliki dasar bagaimana belajar bersama dan tidak boleh menang sendiri,” kata ibu Tutus.

PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Caranya melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasamani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Menurut para pakar anak, bahwa 50% dari potensi perkembangan mental dicapai oleh anak-anak pada usia 4 tahun, usia inilah yang sering disebut dengan usia emas. Dimana antara pertumbuhan fisik berhubungan dengan perkembangan kognitif dan psikomotorik sangat pesat. Jika pertumbuhan anak-anak minim pada umumnya sulit, bahkan tidak dapat diperbaiki jika sudah terlambat. Pembentukan perkembangan anak pada sisi Mental, Moral, Panca Indera, Potensi Motorik, Afeksi, maupun Kognisi sangat bagus pada usia emas. Namun pada usia ini memang anak masih belum mandiri, dan biasanya masih sering menangis.

Hal ini dituturkan oleh Samiati, salah satu guru PAUD Sahabat, bahwa saat ini banyak orang tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh sebab itu tidak mengherankan pula bahwa semakin banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat memasukkan anaknya ke sekolah sejak usia dini. Mereka sangat berharap agar anak-anak mereka cepat menjadi pandai. Sementara itu banyak orang tua yang menjadi panik dan was-was jika melihat adanya gejala-gejala atau perilaku-perilaku anaknya yang berbeda dari anak seusianya. Misalnya saja ada anak berumur tiga tahun sudah dapat membaca lancar seperti layaknya anak usia tujuh tahun, atau ada anak yang baru berumur lima tahun tetapi cara berpikirnya seperti orang dewasa, dan lain-lain. Dapat terjadi bahwa gejala-gejala dan 'perilaku aneh' dari anak itu merupakan tanda bahwa anak memiliki kemampuan istimewa.

“Meski masih balita, kiranya perlu para guru dan orang tua bisa mendeteksi sejak dini tanda-tanda adanya kemampuan istimewa pada anak agar anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan istimewa seperti itu dapat diberi pelayanan pendidikan yang memadai. Yaa tentunya tidak mudah juga mengarahkan anak di bawah usia TK, karena mereka masih rentan emosinya. Namun ketika dipelajari lebih dalam dunia anak amat menarik, bermain sambil belajar,” terang Samiati yang pernah berpengalaman mengajar usia TK. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Konsep Komunitas, Utamakan Musyawarah
Pendekatan komunitas ini dipakai oleh PAUD Sahabat untuk mempermudah alur dan proses pembelajaran anak sesuai dengan kemauan orang tua. Dimana mulai dari seragam maupun ketentuan kegiatan masak bersama untuk menu makanan sehat bagi si kecil. Kegiatan para ibu ini disamping untuk mempererat hubungan ibu dengan anak, juga memberikan pendidikan secara tidak langsung bahwa usia balita sangat membutuhkan tambahan nutrisi, gizi, dan cara memasak yang baik untuk pertumbuhan dan kecerdasan otak. Kegiatan masak bersama ini dilakukan perkelompok dan tergantung kesepakatan para ibu. “Untuk saat ini kebutuhan seragam masih hanya sebatas seragam olah raga, sedangkan untuk seragam sehari-hari masih belum dibutuhkan. Mengingat sekolah PAUD ini masih baru dan masih memerlukan swadaya untuk kebutuhan lainnya, maka seragam masih bisa ditunda. Sampai saat ini biaya operasional hanya sebatas suka rela, dengan memberi umplungan di depan kelas. Sedangkan alat-alat mainan dan fasilitas lainnya seperti rak, kardus, dan meja lipat adalah hasil swadaya bersama. Mainan tidak harus bagus, tergantung kreatifitas guru dalam mengarahkan. Seperti kertas bekas dan botol bekas bisa disulap menjadi celengan untuk tabungan para siswa yang dihiasi cukup unik dan beragam,” Terang Riris, selaku ketua pengurus PAUD Sahabat.
Penyiapan generasi yang sejak usia emas harus diasah sejak awal agar memiliki daya kemandirian dengan pengelolaan manajemen yang bagus ketika hidup bermasyarakat. Hal ini dimaksudkan agar program pengembangan desa secara partisipatif mampu terwujud. Pendidikan berbasis pada kebutuhan membuat anak-anak dan warga dewasa mempunyai kapasitas membuat program pengembangan desa dengan wawasan pemanfaatan produktif, seperti pengenalan pada produk pertanian mulai dari biji-bijian; jagung, kedelai, kacang hijau, isi buah kelengkeng, dan masih banyak lainnya dimaksudkan agar si anak mengenal dunia pertanian dan belajar melatih motorik tangan untuk menjimpit benda-benda yang kecil. “Konsep belajar yang kami kenalkan adalah tidak harus di dalam ruangan, namun kami juga mengajak anak untuk mengenal lingkungan. Bahkan ada rencana untuk langsung bermain di sawah dan berkotor-kotor langsung dengan lumpur. Dan kemarin kami juga sempat bermain tepung dengan permainan warna, dan anak boleh membentuk adonan menjadi berbagai pola mainan sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran mereka,” terang Riris.
Untuk mempermudah arus belajar, para guru PAUD Sahabat sepakat untuk menjadikan 4 kelompok berdasar usia yakni usia 2 dan 3 pada kelompok satu, usia 3, 4, 5 pada kelompok 2 sampai 4. Hal ini dimaksudkan agar anak mudah bermain, baris berbaris maupun senam dengan teman sebayanya. Hingga saat ini total keseluruhan siswa ada 62 yang terdaftar, namun karena masih balita terkadang setiap harinya yang aktif mencapai 50 siswa. Adapun hari efektif hanya 3 hari, selasa, rabu dan kamis mulai pukul 7.30 WIB sampai 9.30 WIB. “Namanya juga anak-anak kadang orang tua tidak bisa memaksakan anaknya untuk belajar, yang terpenting ada komunikasi intensif antara orang tua dengan para guru. Hal ini bisa secara langsung maupun melalui buku penghubung,” tambahnya.
Sementara itu bagi para guru setiap usai menemani belajar, mereka tidak lantas pulang. Namun berkumpul terlebih dahulu untuk mendiskusikan permainan esok harinya. Saat ini menu generik tetap mengacu pada kurikulum Diknas, namun tambahan menu yang dikembangkan dalam SKH (Satuan Kegiatan Harian) tetap tergantung kreatifitas masing-masing guru. (Din-din, Alha-Raka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar