Sabtu, 08 Agustus 2009

PEMILU DAN KEMERDEKAAN BELUM MEMBAWA PERUBAHAN NASIB RAKYAT

(Madiun) Hiruk pikuk kampanye telah terlewati, meski jalan-jalan dan tempat umum lainnya juga belum bersih dari atribut capres-cawapres. Pemilu legislatif dan presiden telah dilakukan sebagai proses perjalanan demokrasi membawa semangat akan perbaikan nasib rakyat. 17 agustus 2009 sebagai ulang tahun kemerdekaan ke 64 mengingatkan tujuan mulia pendiri bangsa akan merdeka dan berdaulat, mandiri di bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya. Dua peristiwa penting dalam satu tahun ini akankah membawa perubahan besar bagi masyarakat ?


Pemilu Presiden 2009 telah usai digelar tetapi berbagai dugaan kecurangan mewarnai proses pemilu, mulai dari DPT yang amburadul, logistik pemilu yang terlambat sampai praktik politik uang yang ditengarai mempengaruhi pemilih pilpres. Bahkan pemilu 2009 dianggap sebagai pemilu terburuk sepanjang perjalanan demokrasi negara ini oleh berbagai kalangan.
Meski hasil resmi dari penghitungan manual KPU belum selesai tetapi dari hitung cepat KPU dan lembaga survey telah menempatkan pasangan SBY-Boediono sebagai pemenang. Faktor figur dan media massa berperan besar untuk pembentukan citra yang pro rakyat. Terlepas siapapun yang menjadi presiden pada pemilu tahun ini ada banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Kemiskinan dan perbaikan ekonomi harus segera menjadi perhatian pemerintah.
Harapan-harapan akan perbaikan ekonomi banyak diminta oleh masyarakat seperti yang diungkapkan pak Agus Winarno, pengurus Paguyuban Pedagang Kaki Lima Alun-Alun Kota Madiun, sebagai penjual makanan dan minuman serta usaha roti bakar yang mempekerjakan 12 orang membuat pak Aung panggilan sehari-harinya berharap banyak kepada presiden terpilih untuk lebih memperhatikan pedagang kaki lima terutama masalah lahan tempat untuk berjualan yang masih rentan penggusuran dan akses modal yang masih sulit atau dipersulit. “Yang penting bagi kami, nasib pedagang kecil ini di perhatikan, tidak ada penggusuran …., “ kata pak Aung.
Program yang digulirkan harus benar-benar pro rakyat yakni riil membantu penyelesaian ekonomi masyarakat tanpa membebani lagi ke masyarakat miskin dengan bunga tinggi dan administrasi berbelit-belit. Persoalan akses program pemberdayaan ekonomi menjadi kendala bagi masyarakat. “Saya dengar ada kredit untuk pedagang kecil bagi kami tapi kok saya pernah mengajukan permohonan kredit 2 hari sesudah program itu dibuka sudah ditutup, sebenarnya aturannya bagaimana?“ tambah Pak Aung.
Harapan senada juga diungkapkan oleh beberapa warga lokalisasi Kedung Banteng (LKB), terutama terkait pendidikan, yakni murahnya pendidikan bagi masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh mbak PS yang berasal dari salah satu kota di Jawa Tengah, yang baru saja mendaftarkan anaknya ke Sekolah Dasar dengan biaya Rp. 1.500.000,-. “Pendidikan bisa lebih murah gitu mbak, kalo biayane mundak terus kan anak saya juga sulit sekolah ke tingkat selanjutnya….,padahal pendidikan kan penting bagi anak,” ungkap mbak PS.
Meski “sekolah gratis ada di mana-mana” sudah diiklankan tiap hari melalui media TV oleh Dinas Pendidikan Nasional. Tetapi masih belum bisa menjawab kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang gratis. Pemerintah memberi harapan kosong kepada masyarakat dengan mensosialisasikan pendidikan gratis dengan pemaknaan yang berbeda. Masyarakat memahami bahwa pendidikan gratis merupakan fasilitas dari pemerintah untuk mencerdaskan anak bangsa tanpa memungut biaya, berbeda dengan pemerintah yang memaknai bahwa pendidikan gratis itu hanya sebatas dibebaskannya iuran sekolah bulanan yang biasa disebut dengan SPP sedangkan untuk seragam yang diwajibkan dari sekolah juga iuran komite sekolah dan keperluan insidental lainnya masih harus bayar sesuai dengan kebijakan sekolah. “Walah mbak sekolah gratis kan cuma di iklan, prakteknya juga mbayar, saya ndak tahu kok bisa begitu ?” tambah mbak PS tadi.

Makna hari kemerdekaan “ Agustusan “
Pemilu tahun 2009 dengan terpilihnya presiden baru memberi warna tersendiri pada Agustus tahun ini. Peringatan hari kemerdekaan yang dirayakan setiap tanggal 17 Agustus menjadi momen kilas balik cita-cita luhur pendiri bangsa. Merdeka berarti bebas berdaulat atas diri sendiri sebagai bangsa, berdaulat atas tanah air sendiri termasuk di asset-asset alam di dalamnya.
Peringatan kemerdekaan “agustusan” dirayakan dengan beragam oleh masyarakat. Dari yang mulai sederhana seperti melakukan kegiatan permainan balap karung, tarik tambang, pencet balon sampai peringatan meriah di hotel berbintang atau pusat perbelanjaan. Di setiap aktivitas agustusan membawa suasana meriah dan kegembiraan serta segenap harapan bagi lapisan masyarakat. “Kalo ingat dulu agustusan seneng mbak, biasanya di desaku ada pertunjukan seni, aku melu tampil menari…., kalo sekarang sih tetap bekerja di sini, paling tidak semangat merdeka tetap ada, “ kata salah satu mbak PS di LKB.
Semangat kemerdekaan menjadi alasan penting dan harus tetap dijaga saat merayakan kemerdekaan. Semangat bertahan menghadapi kondisi sosial dan kebijakan yang kurang berpihak pada para PS. “Paling ndak ya harus ingat kalo kita dah merdeka, ndak diatur orang londho, mesthine urip yo kudune wis penak …..rego-rego murah, sekolah yo ndak mahal, kerjaku juga bisa dapat lainnya,“ ujar mbak PS yang lain.
Jika bagi PS agustusan belum banyak mengubah nasib PS, bagi pedagang kali lima (PKL) memaknai kemerdekaan dengan bisa bekerja dan dapat hasil yang lebih dari hari biasanya. “Agustusan kan alun-alun rame, orang-orang banyak yang dolan ke alun-alun, jadi bisa dapet hasil lebih banyak…., mudah-mudahan selain hari agustusan juga bisa mudah cari penghasilan…. “ kata pak Aung
Momen Pemilu dan agustusan harus menjadi langkah baru bagi pemimpin negeri untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada setiap warga negara. Ketika kemiskinan, pendidikan masih mahal terjangkau, asset alam dan tambang dimiliki penanam modal asing maka akan masih jauh tujuan utama pendirian bangsa yakni keadilan sosial bagi seluruh Indonesia. (Ari, DIFAA )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar