Selasa, 24 Februari 2009

Putusan MK Meningkatkan Suhu Politik Jombang

(Jombang, ICDHRE) Momentum pemilihan wakil rakyat selalu saja diwarnai praktek money politic, mulai di tingkat kabupaten, daerah, maupun pusat. Ibarat jamur yang selalu saja tumbuh di daerah lembab, money politic tumbuh subur menjadi umpan untuk menggenjot perolehan suara. Apalagi setelah MK merevisi UU Pemilu yang menggugurkan nomor urut menjadi pemicu semakin gencarnya para caleg berupaya memperoleh suara dengan jalan apapun.

Babak baru terukir dalam sejarah demokrasi di Indonesia, khususnya Pemilihan Umum legislatif. Setelah Presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan kepala daerah se-Indonesia dinyatakan terpilih berdasarkan suara terbanyak, maka kini hal serupa juga berlaku untuk calon legislator. Ini terjadi setelah Mahkamah Konstitusi menganulir Pasal 214 huruf a,b,c,d, dan e UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilu, yang berarti calon legislator terpilih ditentukan berdasarkan suara terbanyak, bukan nomor urut.

Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terang saja semakin memacu semangat para calon legislator untuk berlomba-lomba mencari suara terbanyak dengan jalan pintas yang sudah membudaya yakni politik uang. Padahal tidak ada jaminan pasti bahwa setelah para calon anggota dewan tersebut menebar 'uang panas' akan mendapatkan imbal balik yakni berupa suara dalam pileg april mendatang.

Di Jombang, praktek serupa sudah terjadi. Puluhan bahkan ratusan caleg seolah beradu ketangkasan dalam perjuangannya memperoleh suara masyarakat. Di tengah-tengah kota, banyak spanduk maupun baliho bergambar wajah para caleg tersebut terpampang memenuhi sudut dan pinggiran jalan, bahkan sampai ke pelosok desa sekalipun sehingga nampak sekali menjadi pengganggu keindahan kota.

Suhu politik Jombang bertambah panas disebabkan beberapa ada caleg yang berbuat anarkis. Hal itu terlihat dengan banyaknya baliho caleg yang robek disayat pisau. Kuat dugaan, pelakunya adalah sesama rival politik. Salah satunya terjadi di Desa Ploso Kecamatan Ploso, Jombang. Di tempat tersebut, baliho caleg yang dipampang di pertigaan jalan raya Ploso terlihat robek seperti tersayat pisau.

Ponidi (47), salah satu tukang becak yang sehari-harinya mangkal di tempat tersebut mengaku tidak tahu menahu soal rusaknya beberapa baliho caleg tersebut. Ponidi menjelaskan, waktu perusakan diperkirakan dini hari. Sebab, selama mangkal di tempat itu, baliho tersebut masih dalam keadaan utuh. Namun setelah keesokan harinya, gambar tersebut sudah tersobek-sobek. “Saya mangkal disini dari jam 7 pagi sampai jam 11 malam, selama itu tidak terjadi apa-apa,” tutur ponidi.

Visi Misi tak Jelas, Potensi Golput Makin Besar
Munculnya banyak caleg dari berbagai parpol tidak serta merta membuat masyarakat merasa senang karena akan punya banyak pilihan dengan ragam visi misi yang berbeda. Tapi justru dengan banyaknya pilihan caleg, muncul respon negatif masyarakat dikarenakan mereka tidak punya visi dan misi yang jelas.

Berkaca pada pengalaman pilkada pertengahan tahun lalu, 30 % masyarakat Jombang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan kepala daerah. Hal tersebut dipicu karena masyarakat sudah sangat bosan dengan janji-janji kampanye yang ada dan tidak mungkin dilaksanakan ketika sudah menjabat.

Asumsi itu pun masih berkembang sampai saat ini, banyak elemen masyarakat yang sudah tidak percaya lagi dengan calon wakil rakyat. Hal tersebut tercermin dalam dialog di salah satu lembaga sosial di Jombang beberapa waktu yang lalu.

Dialog warga Jombang yang bertajuk “Potensi Politik Uang dan Meningkatnya Golput dalam Pemilu 2009”, tersimpulkan bahwa potensi money politic akan sangat tinggi sebagai akibat dari revisi UU Pemilu oleh MK tentang suara terbanyak, karena akan muncul kompetensi dari para caleg demi mendapat suara terbanyak.

Gareng, salah satu peserta yang hadir dalam dialog tersebut mengatakan bahwa money politic menjadi sesuatu yang didamba kehadirannya dalam alam seperti ini karena masyarakat jelas mengharapkan sesuatu dari proses demokrasi yang sedang berlangsung. “Saya sebagai bagian dari masyarakat, secara terang-terangan jelas mengharapkan sesuatu dari proses pemilu tersebut, karena kita sudah seringkali menjadi korban dari proses pemilu itu. Kalau hubungannya dengan politik uang, kalau boleh saya sarankan ya terima saja uangnya, tapi jangan pilih orangnya” ungkapnya. (nophee)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar