Ada Apa dengan Perempuan dan Politik?
Oleh :
Imamatush Sholihah
Director DIFAA
Muslim Women's Initiatives for Human Rights
“…Walah mbak, kalau saya disuruh mikir partai wegah…wong mikir kebutuhan sehari hari aja sudah pusing…biar bapaknya saja yang mikir, saya nderek mawon (ikut saja)…” Ujar bu Siti warga Madiun.
Komentar diatas menggambarkan mayoritas kondisi perempuan di tanah air ketika bersinggungan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan politik. Mereka merasa tidak nyaman dan apatis. Hal ini disebabkan oleh budaya Patriarki yang membelenggu selama ini. Dalam sistem patriarki menempatkan peran laki-laki di wilayah publik sedangkan peran perempuan di wilayah domestik, sehingga ketika politik ditempatkan diwilayah publik, definisi, konsep dan nilai-nilai yang dikandungnya selalu menempatkan perempuan diluar area tersebut. Politik didefinisikan sebagai sesuatu yang negatif, afiliasi suatu partai, dan dihubungkan hanya dengan mereka yang berkuasa, dimana laki-laki mendominasinya.
Pada kondisi riil, kemampuan perempuan tidak diragukan lagi untuk aktivitas sosialnya. Banyak perempuan yang menjadi pemimpin dan mempunyai peran penting dalam kelompok pemberdayaan masyarakat, serta mempunyai kemampuan multitasking disamping kemampuan mengelola waktu.
Di pemilu 2009, calon legislatif perempuan dituntut bekerja lebih keras untuk menghadapi pemilu kali ini karena adanya putusan MK yang menggunakan sistem suara terbanyak. Situasi ini membuat calon legeslatif perempuan sulit untuk mendapatkan kursi di parlemen, dimana sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa politik adalah dunianya laki-laki dan fenomena istri yang pilihannya ikut suami.
Namun disisi lain ini merupakan wujud demokrasi baru yang menjadi tantangan tersendiri bagi caleg perempuan, bertarung di kancah politik dengan memaksimalkan kekuatan dan kemampuan yang berkualitas. Memiliki motivasi yang kuat untuk berjuang, agar dipilih oleh para pemilih dan mempunyai bekal dana yang memadai merupakan persyaratan yang harus dipenuhi. Untuk itu, perempuan harus mengembangkan kualitas dan kapasitas dirinya dengan rasa percaya diri dan memperkaya wawasan pengetahuan berpolitik.
Selain itu, peran partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi yang memiliki fungsi pendidikan dan sosialisasi politik, harus terus ditingkatkan dengan memberikan kesempatan bagi perempuan untuk belajar berpolitik praktis. Caranya, dengan memberikan tanggung jawab di posisi-posisi yang strategis dan harus dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini dimaksudkan agar perempuan memiliki kesempatan yang sama dan kontribusi yang signifikan seperti halnya laki-laki.
Perempuan dan politik, sangat erat kaitannya dan sangat penting, karena apapun kebijakan yang dihasilkan dari politik tersebut akan berdampak pada perempuan sebagai masyarakat yang merasakan langsung. Misalnya dengan adanya kebijakan BBM naik, semua bahan pokok juga ikut naik, sehingga yang merasakan dampaknya adalah perempuan yang paling dekat dengan wilayah domestik. Sehingga perempuan membutuhkan ruang politik untuk menghapus kebijakan yang tidak adil dan merugikan perempuan. Menyuarakan kebutuhan strategis untuk perempuan diantaranya; pendidikan, pelayanan kesehatan, dan peningkatan perekonomian.
Sekarang ini di pemilu 2009, peluang itu semakin terbuka lebar dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya melalui program pendidikan, penyadaran dan pemberdayaan perempuan. Melalui partisipasi dan representasi perempuan di pemilu legislatif dengan mengisi kursi-kursi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kedepan, tidak ada lagi ungkapan perempuan “wegah politik” tapi BERSEMANGAT, AYO BERPOLITIK MENUJU PERUBAHAN YANG FANTASTIK, dalam artian perubahan kehidupan masyarakat yang lebih baik, dan secara khusus pada kehidupan perempuan yang lebih sejahtera. Pada pemilu kali ini hal itu harus terwujud!
Kamis, 26 Maret 2009
Ada Apa dengan Perempuan dan Politik?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar