Kamis, 26 Maret 2009

Banyak Caleg Berangkat Dari Aktifisis Gerakan

(Jombang-ICDHRE) Momentum pesta demokrasi segera terealisasi. Beberapa hari kedepan menjadi waktu yang begitu singkat bagi para calon legislator untuk terus berlomba merebut suara masyarakat yang selalu saja menjadi obyek dalam pesta akbar lima tahunanini .
Namun, pemilu 2009 ini menjadi proses yang bisa dibilang cukup sulit bagi para caleg dalam merebut suara rakyat, karena tidak sedikit masyarakat yang mulai sadar bahwa mereka (masyarakat) hanya menjadi komoditas sesaat.



Pemilu 2009 ini semakin memperlihatkan warna barunya di panggung pesta demokrasi, hal ini terlihat dari banyaknya caleg yang diusung oleh beberapa partai politik ternyata berangkat dari kalangan yang bukan politisi, misalnya saja ada caleg yang berangkat dari profesi selebritis, tukang ojek, petani, bahkan pengamen pun ikut andil dalam proses pemilihan wakil rakyat tersebut.

Munculnya banyak partai politik dan ratusan caleg tidak serta merta membawa angin perubahan yang menjanjikan bagi kalangan 'bawah'. Meskipun telah cukup banyak janji manis yang diungkapkan, kontrak politik yang disepakati dan tentunya tidak ketinggalan budaya money politik yang mungkin saja sudah mendarah daging di kalangan masyarakat itu sendiri, toh masyarakat juga tidak banyak mengalami perubahan nasib ke arah yang lebih baik.

Samsul Rijal, selaku direktur ICDHRE mempunyai pandangan tersendiri. "Banyaknya caleg yang menjadi peserta pemilu, beberapa diantaranya ada yang bisa dikatakan berangkat dari kalangan aktivis gerakan. Seringkali ada beda pendapat dalam menyikapi hal ini, saya melihat bahwa pemilu 2009 ini bagi sebagian kalangan aktivis gerakan adalah sebagai langkah mencari alternatif gerakan yang baru, dimana di satu sisi perkembangan gerakan memanfaatkan moment politik elektoral untuk membangun gerakan. Karena disisi yang lain para aktivis tersebut telah berupaya keras membangun gerakan diluar 'ring', dan bisa saja keinginan untuk 'bertarung' di dalam 'ring' menjadi continuitas pilihan yang harus dijalani"ungkap mantan aktivis PMII tersebut.

Pesimisme Masyarakat Jombang terhadap Pemilu 2009
Beberapa kelompok di Jombang bersikap pesimis terhadap pemilu 2009 ini. Mifta salah satu penggerak di Forum Komunikasi Pemuda dan Masyarakat (FKPM) di desa Mayangan Kecamatan Jogoroto Jombang merespon kurang optimis terhadap pemilihan wakil rakyat tahun ini. "Kami bersikap pesimis, jelas bukan hanya karena banyak caleg yang ikut andil dalam pemilu tahun ini, namun berkaca pada pemilu-pemilu sebelumnya yang nyatanya tidak membawa angin perubahan yang signifikan. Apalagi melihat banyaknya caleg yang tidak berkompeten dan diragukan keberpihakannya malah semakin banyak, kalaupun money politic masih saja menjadi senjata ampuh untuk merebut suara rakyat, mestinya para caleg tersebut juga harus bersiap menerima kenyataan bahwasanya masyarakat sudah mulai pintar memahami politik, dan akan memanfaatkan money pilitik sebagai bumerang bagi caleg-caleg tersebut dengan menerima uangnya tapi tidak memilih mereka di pemilu legislatif pada 9 April mendatang"tegasnya.

Hal yang hampir senada juga disampaikan oleh Nasikhin, salah satu aktivis pemuda di WKK (Wahana Kreasi Kemasyarakatan) Desa Grogol Kecamatan Diwek Jombang, ini mengaku tidak begitu antusias menyambut pemilu 2009. Pasalnya, hanya tiap lima tahun sekali rakyat benar-benar dilibatkan dalam proses demokrasi yang sejatinya untuk memilih wakil rakyat yang nantinya akan menjamin adanya kesejahteraan yang lebih baik, meskipun di sisi lain sebenarnya rakyat justru menjadi komoditi lima tahunan "Ketika banyak caleg yang berangkat dari pemahaman akan kebutuhan rakyat yang sesungguhnya, tidak menjadi masalah apabila beberapa diantaranya tidak berlatar belakang politisi. Toh, di pemilu sebelumnya juga didominasi oleh caleg parpol, namun tidak ada keberpihakan mereka terhadap rakyat kecil ketika sudah duduk di parlemen. Masyarakat kecil sudah sangat trauma dengan pemilu karna kita bisa melihat bahwa tidak ada perubahan signifikan yang terjadi pada nasib mereka" tandas laki-laki yang menjadi mahasiswa ekonomi di Universitas Darul Jombang tersebut.

Pria yang juga aktif menjadi salah satu pengurus di koperasi Sigino (koperasi mugiguno) ini menambahkan, "Barangkali beberapa kelompok di Jombang akan lebih percaya kepada caleg yang berasal dari komunitas sendiri karna sudah pasti dia dapat merasakan apa yang selama ini dirasakan oleh rakyat kecil" tambahnya.

Perempuan Juga Bisa jadi Pemimpin
Hasil sensus penduduk terkini masih menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan mendominasi, artinya jumlah kaum perempuan di Indonesia lebih banyak dari kaum laki-laki, 51 % penduduk Indonesia adalah kaum perempuan. Ini berarti memberikan kesempatan kepada perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Apalagi berdasarkan pada Undang-Undang partai politik no 2 tahun 2008, partai politik di Indonesia wajib memberikan 30 % kepengurusan partai dan calon anggota legislatifnya kepada perempuan.

Sejatinya, perempuan mempunyai kapabilitas untuk menjadi pemimpin. Banyak sekali sejarah mencatat bahwa perempuan turut andil dalam membangun peradaban. Namun seringkali keikutsertaan perempuan dengan sengaja ataupun tidak dijegal dengan banyaknya peraturan perundang-undangan yang substansinya mendiskreditkan perempuan.

Dalam diskusi dengan tema "100% Perempuan Bisa Jadi Pemimpin" di studio radio komunitas Suara Warga Jombang, sabtu (7/3) sebagai bentuk dari peringatan hari perempuan se-dunia, terungkap bahwa sebenarnya perempuan punya potensi untuk menjadi pemimpin.

Banyaknya diskriminasi terhadap perempuan menjadi salah satu faktor utama yang ''memaksa' perempuan untuk semakin melibatkan dirinya dalam panggung politik, hal ini juga direspon positif oleh Astri, salah satu pengurus Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jombang. "Sekaranglah saatnya bagi perempuan untuk bangkit dan berani mengikrarkan diri sebagai pemimpin, karena dalam segala aspek tidak ada perbedaan antara perempuan dengan laki-laki" seru nya.

Salah satu perempuan yang telah mengikrarkan dirinya untuk menyampaikan aspirasi rakyat dan lahir dari salah satu kelompok di Jombang adalah Titik Purwati. Maju dari salah satu partai besar di Indonesia, dia telah menanamkan niatnya untuk membawa angin perubahan terhadap masyarakat. Berangkat dari keterbatasan dana, sama sekali tidak mengurangi niatnya untuk maju menjadi salah satu wakil rakyat. Bahkan, untuk mensosialisasikan keikutsertaannya dalam pileg 9 April mendatang, dia mendatangi warga masyarakatnya di daerah dapilnya bukan dengan iming-iming amplop berisikan uang, namun dengan niat dan keinginan kuat untuk mengajak masyarakat khususnya perempuan berani bersuara.

"Tidak muluk-muluk yang saya inginkan, melihat kondisi realitas yang ada, khususnya bagi kaum perempuan yang selama ini akses politiknya terhambat, saya hanya ingin hak-hak mereka terpenuhi karna itu sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar"tegas perempuan yang akrab dengan sapaan Mbak titik ini.

"Apalagi ketika kita bicara tentang kesehatan, akses pendidikan dan beberapa masalah di wilayah ekonomi seringkali luput dari perhatian orang-orang yang menjadi wakil rakyat, maka dari itu berangkat dari bahwa saya sendiri juga orang kecil dan sudah sering merasakan apa yang dialami oleh orang-orang dengan keterbatasan aksesnya, saya berniat untuk menjadi jembatan bagi rakyat"ungkap ibu muda yang juga salah satu penyiar radio komunitas di wilayah utara brantas. (nophee)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar