Kamis, 26 Maret 2009

SUARA RAKYAT

RSUD Jombang
Mengapa Pasien Jamkesmas Masih Bayar ?

Tanggal 19 Maret 2009, saya merasa amat benci kepada pemerintah. Semua janji pelayanan publik khususnya bidang kesehatan yang digembar-gemborkan ternyata hanya pemanis bibir tak ubahnya untuk menghilangkan kesan menggugurkan kewajiban pelayanan kepada masyarakat Jombang.

Kemarin anak saya (Subroto) terjangkit tetanus dan langsung saya larikan ke RSUD Jombang. Karena kondisi keluarga pas-pasan dimana untuk makan sehari-hari saja saya harus membanting tulang kerja serabutan. Maka saya mempunyai hak mendapatkan JAMKESMAS, dan saya pun memakai askes tersebut untuk berobat ke RSUD. Namun saya amat kecewa dengan pelayanan para petugas yang sangat acuh tak acuh dan lambat kepada pasien yang mengunakan kartu JAMKESMAS. Belum selesai kekecewaan yang saya alami, ternyata anak saya meninggal dalam masa perawatan. Betapa sedih dan kecewa melihat kinerja para petugas RSUD yang santai. Padahal pasien memerlukan bantuan ekstra. Lagi-lagi persoalan uang menjadi prioritas pelayanan RSUD Jombang. Terbukti saat anak saya memakai program JAMKESMAS dia tidak mendapatkan perhatian yang sama dengan mereka yang menggunakan jasa rawat biasa dan membayar lebih tinggi. Yang menjadikan beban kami semakin berat, ternyata kami masih dibebani biaya masa perawatan sebelum anak kami meninggal, padahal nyata-nyata kami orang miskin yang menggunakan kartu JAMKESMAS yang semestinya gratis. Kami jelas tidak mampu membayarnya.

Lengkap sudah kebencian saya terhadap pemerintah, mana buktinya jargon peningkatan pelayan RSUD Jombang yang terpampang di depan pintu masuk. Apa itu hanya untuk menarik perhatian pemerintah pusat karena ingin memperoleh penghargaan. Nyatanya kami sebagai rakyat Jombang tak tertangani dengan baik, padahal kami juga telah melakukan kewajiban membayar pajak secara rutin, tapi kapan pemerintah melaksanakan kewajibannya untuk melayani rakyat secara maksimal… sungguh, kami sangat kecewa.
Dari : Tholan,
Dsn Gedangkeret Rt 03 Rw 06
Ds. Banjardowo
Kec/Kab Jombang


“Selamat atas diterbitkannya majalah SOERAT. Semoga bisa membawa suara dan aspirasi masyarakat yang jarang di dengar oleh petinggi Negara”.
Dari :
Fahrul, 28 tahun, pemuda Manisrejo, Madiun

“Semoga dengan banyaknya caleg yang bertebaran dari partai, dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama dalam mewujudkan pendidikan murah dan berkualitas. Jangan hanya poster dan bannernya yang bertebaran... ”
Dari :
Nina, 27 tahun, mahasiswi, Madiun

”Caleg jangan hanya obral janji saja, kita bosen makan janji...tetapi tidak ada buktinya”.
Dari :
Titin, 35 tahun, perempuan difabel, Madiun


Kelangkaan Pupuk Masih Berlangsung
Kelangkaan pupuk yang terjadi sejak 2008 lalu, hingga kini masih dirasakan para petani di Tulungagung, termasuk petani di Desa Tugu Kecamatan Sendang. Selain langka, harga pupuk (khususnya yang non subsidi) juga mahal, sehingga tidak terjangkau oleh petani.
Untuk 1 zak pupuk bersubsidi isi 50 kg harganya sekitar Rp 60 ribu, namun yang non subsidi mencapai Rp 100 ribu lebih. Sampai saat ini, pupuk bersubsidi sulit didapat, kalaupun ada jumlahnya sangat terbatas. Para petani pun terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya cukup mahal.
Karena kelangkaan pupuk ini, sejumlah petani di Desa Tugu hanya bisa memupuk tanaman padinya sebanyak 2 kali, untuk 1 kali musim tanam. Padahal, idealnya pemupukan dilakukan sebanyak 3 kali. Akibatnya, hasil panen padi di musim ini merosot tajam.
Dengan kondisi seperti itu, kami minta kepada pemerintah agar lebih memperhatikan ketersediaan pupuk dan mengatur penyaluran pupuk secara benar, sehingga tidak merugikan para petani kecil seperti kami. Disamping itu, distributor dan agen pupuk nakal harus ditindak tegas jika terbukti melakukan permainan harga dan penyaluran pupuk ke petani.
Dari : MUKTAMAT, Petani Desa Tugu Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung

”Ketika membaca media SOERAT edisi 1 Maret 2009, saya agak tergangggu di halaman 5. yang ada papan LOKALISASI, PTS (PELAKU TUNA SUSILA). Mbak memang tidak ada arah memperbaiki papan itu. Mereka bukan tuna susila. Kalau PTS itu baik untuk sebutan Pria Tuna Susila lho…? Mereka kerja/pekerja untuk hidupin keuarga, okey…! Sukses untuk SuaR Kediri memperjuangkan kaum termarjinal. Makasih bapak, salam unutk teman-teman.

Dari :
Anis, Kediri


Tidak ada komentar:

Posting Komentar