Jumat, 29 Mei 2009

Gerakan Perubahan di Wisma Perempuan LKB Ponorogo

(Madiun-DIFAA) Bulan Mei selalu diwarnai semangat perubahan bagi kita. Mulai dari semangat perjuangan buruh, semangat untuk meraih pendidikan yang lebih baik, dan kebangkitan nasional (termasuk kaum perempuan). Semangat perubahan ini juga mulai merambah perempuan-perempuan di daerah LKB (lokalisasi Kedung Banteng) Ponorogo. Kesamaan nasib, pekerjaan, dan kondisi mendorong para PS (pekerja seks) bertekad untuk bersama-sama untuk lebih baik lagi menjalani hari- hari di LKB.

Pada hari senin, tanggal 23 April 2009 bertempat di gedung pertemuan, biasa disebut gedung sekolahan, sekelompok PS mengadakan pertemuan rutin dengan di fasilitasi DIFAA. Pertemuan ini membahas terkait tindak lanjut hasil konsultasi dengan Dinkes (dinas kesehatan) yang terjadi pada 14 April 2009. Dari pertemuan itu disepakati bahwa untuk transfer atau getok tular ilmu kesehatan reproduksi bagi semua PS di LKB maka dibentuklah wadah kelompok belajar yang diberi nama “Wisma Perempuan” disingkat WP. WP dibagi dalam 8 kelompok kecil, setiap kelompok mewakili 2-3 wisma yang terdiri dari 12 sampai 15 orang.
Kata WP ini didasari dari wisma adalah tempat yang menyatukan para PS dari berbagai daerah untuk bekerja dan bersama dalam satu nasib. Perempuan berasal dari kata “empu”, pembuat keris yang bisa diartikan sebagai orang yang berperan penting untuk menjaga, memperindah, dan memperkuat diri. Perempuan juga diartikan punya semangat yang tinggi untuk bertahan dalam menghadapi segala persoalan hidup. Dengan demikian WP diharapkan dapat menyatukan dan membentuk solidaritas PS untuk bersama-sama belajar meningkatkan dan memperkuat kemampuan diri sehingga tetap dapat berperan untuk diri, keluarga dan masyarakat.
Dengan WP para PS mulai belajar materi tentang pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi bagi mereka. Yang pertama adalah hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan; hak atas informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi termasuk jaminan kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun keluarga. Hak ini penting karena dari informasi dan pendidikan PS dapat mengenal, memahami, dan menghargai hak seksual dan kesehatan reproduksi mulai dari sendiri. Dengan demikian para PS bisa lebih menjaga kesehatan diri termasuk kesehatan reproduksinya.
Yang kedua, hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan; termasuk hak atas informasi, keterjangkauan, pilihan, keamanan, kerahasiaan, harga diri, kenyamanan, kesinambungan pelayanan dan hak berpendapat. Bahwa pelayanan dan perlindungan kesehatan adalah termasuk hak dasar bagi semua warga negara, perlu diperjuangkan untuk terpenuhi bagi kelompok yang selalu dianggap marginal oleh masyarakat seperti PS.
Selama bulan Mei 2009 ini telah berjalan 4 kali pertemuan dengan dipandu 2 orang Community Organizer yakni Sirin dan Yogi. Pokok bahasan pertemuan adalah efektifitas kondom untuk seks aman dan menjaga diri dari PMS (penyakit menular seksual) serta HIV dan AIDS. Bagi PS yang punya aktifitas seks yang tinggi, kondom menjadi sebuah cara yang bisa menjaga kesehatan diri. Tetapi penggunaan kondom masih banyak kendala terutama dari pelanggan yang merasa keberatan bisa bertransaksi seks dengan menggunakan kondom. “Lha pelanggan itu ndak mau lho mbak, malah aku dikira menghina dia. Dia bilang aku ini bersih lho, ndak penyakiten kok disuruh pakai kondom?“ ujar salah satu PS.
Persepsi yang ada adalah yang memakai kondom adalah orang yang punya PMS. Logika seperti ini yang mesti diluruskan bahwa orang yang berhubungan seks yang memakai kondom bukan berarti orang yang ber-PMS tetapi dengan memakai kondom justru malah bisa melindungi diri dari berbagai PMS. “ Kalo aku, bila dengan pelanggan ya pakai kondom mbak, tapi biar dia yang pakai sendiri. Wegah aku memakaikan tapi kalau dengan pacarku sendiri ya ndak usah pakai kondom …he..he.., “ ujar salah satu PS lagi.
Pemakaian kondom masih belum menjadi kebutuhan bagi PS. Masih menunggu kemauan dari pelanggan dengan demikian posisi tawar PS menjadi rendah untuk melindungi diri. Persepsi bahwa bila pacar atau kiwir adalah orang yang bersih dari PMS juga masih salah. Karena PMS serta HIV dan AIDS akan rentan menular bagi orang yang sering ganti-ganti pasangan seks. Baik salah satunya atau dua-duanya. Ternyata PS juga masih ada yang enggan memakai kondom bila pelanggannya keberatan. “Lha daripada ndak dapet duit mbak….yo wislah ndak usah pakai kondom juga ndak apa-apa, “ ujar PS pasrah.
Menurut Yogi, salah satu Community Organiser, “bahwa hal pertama yang perlu dilakukan adalah proses pemahaman tentang kesehatan reproduksi perlu intens dilakukan. Pemahaman-pemahaman yang keliru tentang kondom, PMS/IMS, HIV dan AIDS perlu diluruskan dan hal ini perlu waktu yang intens dan lama”.
Dalam pertemuan WP juga menjadi tempat bertukar informasi tentang obat tradisional seperti sirih, lidah buaya dan rosella. Tumbuhan-tumbuhan itu dapat digunakan untuk kesehatan, kecantikan, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu juga untuk pengobatan sekaligus untuk penghijauan lokalisasi sehingga lebih nyaman untuk dihuni. Udara bersih atau udara yang digunakan untuk bernafas akan selalu dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan sehingga dapat menggantikan udara kotor yaitu udara hasil pernafasan manusia yang sering tercampur dengan asap rokok.
Pertemuan kelompok WP yang telah berjalan mulai menarik minat PS. Dari setiap pertemuan minimal 12 orang yang rutin hadir, ada beberapa orang mulai aktif terlibat dalam forum. Manfaat WP mulai dapat dirasakan oleh para PS. “Aku jadi tahu tentang banyak hal mbak, dari kondom, berbagai jenis penyakit dan cara menjaga kesehatan,“ ujar salah satu PS. “Saya senang juga jadi sering ketemu teman lain wisma,” ujar PS lainnya. Sementara dari mucikari banyak yang merespon positif kegiatan WP. “Pokok e dapat bermanfaat bagi PS dan nambah ilmu, kita sangat mendukung mbak,“ ujar salah satu mucikari LKB.
Menurut Sirin, salah satu CO yang jadi fasilitator WP menjelaskan,
bahwa WP mulai membentuk solidaritas para PS. Beberapa PS yang awalnya kurang akur atau bersaing dalam kerja sekarang mulai rukun. Dengan demikian akan dapat sangat membantu kelompok WP untuk proses belajar bersama terutama terkait kesehatan reproduksi. Sebuah langkah awal untuk penanggulangan PMS/IMS serta HIV dan AIDS.
Meski WP baru terbentuk dan baru mulai berjalan kegiatannya, akan tetapi ini menjadi sebuah harapan baru bagi PS yang selama ini termarginal baik dari segi informasi, pelayanan, dan pemenuhan hak-hak sebagai warga negara. WP menjadi bagian tak terpisahkan dari gerakan perempuan di daerah lain untuk perubahan hidup yang lebih baik. Perlu ada kerjasama yang saling membangun di antara elemen gerakan perempuan di Indonesia. (Ari DIFAA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar