Jumat, 29 Mei 2009

Organisasi Aliansi KRJB MENINGKATKAN EKONOMI ANGGOTA

(Jombang) Selama bulan Mei 2009 ini KRJB (konsorsium rakyat Jombang berdaulat) melakukan dua kali pelatihan pengembangan ekonomi kelompok. Yang pertama adalah pelatihan penetasan telur itik dan kedua adalah pelatihan koperasi. Pelatihan ini diikuti oleh kader kelompok para anggota KRJB untuk memberikan pengetahuan soal itik dan koperasi.

Belajar Penetasan Telur
Di awal bulan Mei 2009, beberapa kelompok yang tergabung menjadi anggota KRJB belajar bersama tentang penetasan telur itik. Pelatihan yang diadakan di aula ICDHRE dipandu langsung oleh Erwantoro, penggerak kelompok pemuda asal Ngori Megaluh Jombang.
Berikut langkah teknik menetaskan telor ayam atau bebek :
1. Harus jeli dalam memilih telur itu jernih dan infertil
Analisa kegagalan : a. telur tidak terbuahi karena rasio jantan dan betina tidak tepat. b. ransum induk kurang memenuhi syarat, c pejantan terlalu tua,
d. perkawinan preferensial, e. pejantan yang steril, f. embrio mati terlalu awal akibat penyimpanan yang terlalu lama.
2. Blood rings (kematian awal dari embrio)
Analisa kegagalan : 1. suhu incubator tidak tepat, 2. fumigasi tidak benar, 3. kekurangan oksigen, 4. pemutaran telur kurang banyak atau telur tidak diputar, 5. penyimpanan telur terlalu lama.
3. Kematian tetasan dalam shell
Analisa kegagalan : 1. suhu incubator tidak tepat, 2. telur tidak dibalik, 3. ransum induk tidak memenuhi syarat, 4. ventilasi tidak cukup, 5. kemungkinan ada penyakit.
4. Telur telah mulai retak (pipping) tapi tidak mau menetas
Analisa kegagalan : 1. kelembaban kurang, 2. kelembaban terlalu tinggi pada tahap awal penetasan, 3. ransum induk tidak memenuhi syarat.
5. Menetas terlalu cepat/lambat dan menempel
Analisa kegagalan : suhu yang terlalu tinggi atau rendah dan kelembaban yang tidak tepat.
6. Hasil tetasan lemah
Analisa kegagalan : suhu terlalu tinggi, atau bibit kurang bagus.
7. Hasil tetasan kecil-kecil
Analisa kegagalan : telur tetas juga kecil-kecil, atau kelembaban kurang.
8. Hasil tetasan yang tidak menentu
Analisa kegagalan : umur telur yang terlalu bervariasi.
9. Bentuk yang tidak normal (malformed)
Analisa kegagalan : suhu tidak tepat, atau pengaturan telur serta pembalikan telur tidak tepat.

Analisa kerusakan Mesin Penetas Otomatis
Pertama : Lampu tidak menyala
Analisa kegagalan : 1. hubungan kabel pada steker, terminal atau micro switch
2. micro switch rusak
Kedua : Mesin mati di tengah-tengah waktu penetasan berlangsung
Analisa kegagalan : micro switch rusak atau terbakar
Ketiga : Lampu menyala terus, tidak mau padam
Analisa kegagalan : micro switch rusak atau kapsul thermostat rusak atau bocor

Beberapa tips dalam membeli mesin penetas telur :
1. Pilihlah mesin penetas telur yang sudah teruji kemampuannya
2. Pilihlah mesin penetas telur yang mempunyai extra pemanas darurat (pemanas yang ganda) sebagai cadangan untuk mengantisipasi apabila sumber energi utama rusak atau mati.
3. Mudah untuk mendapatkan sparepartnya
4. Cek harga di tempat lain, siapa tau dengan kualitas produk sama, tetapi bisa mendapatkannya dengan harga yang lebih murah
5. Membeli mesin penetas telur tidak di tempat yang hanya menjual produk akan tetapi juga menyediakan jasa layanan konsultasi pasca pembelian. Semoga bermanfaat
(sub judul baru)
Pelatihan Koperasi
Pelatihan koperasi tahap V oleh KRJB (konsorsium rakyat Jombang berdaulat), dilakukan pada tanggal 16 Mei 2008 di Kecamatan Kudu Jombang. Pelatihan yang difasilitasi oleh Sunandar, Ida, dan Muhaimin dan dihadiri 3 kelompok membicarakan bagaimana membuat kesepakatan di dalam kelompok serta tata cara pencatatan keuangan.

Pelatihan ini adalah rangkaian terakhir dari program pelatihan koperasi bagi kelompok-kelompok anggota KRJB. Keputusan ini diambil melalui rapat antara Pengurus KRJB dan Komite Pelayanan di aula ICDHRE tiga minggu sebelumnya. Alasannya, masa kerja pengurus yang tinggal 1 (satu) tahun lagi diharapkan bisa menjalankan beberapa kegiatan yang sudah ditetapkan dalam rapat kerja. “Saya berharap kepada komite untuk segera menyelesaikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan kelompok. Karena masa kerja tinggal setahun, maka mandat dalam raker yang terdiri 3 program secepatnya harus dievaluasi secara keseluruhan yang menghadirkan seluruh pengurus KRJB, masing-masing korcam serta Tim Komite Pelayanan. Agar beberapa program yang masih dalam proses atau belum terlaksana dapat teridentifikasi,” tegas Su'udi, Ketua KRJB. Meskipun Ketua KRJB tidak memberikan kapan evaluasi tahunan dilakukan dan melibatkan Koordinator Kecamatan, perwakilan kelompok, dan Komite Pelayanan, tapi harus dilakukan untuk mensolidkan lagi anggota dan melihat sejauh mana dampak dari pelatihan koperasi selama ini.

Sebelum pelatihan dimulai, ada sambutan dari Abd. Muhaimin, selaku Sekjen KRJB. “Makna pentingnya berkoperasi memberikan manfaat cukup besar dalam membantu ekonomi keluarga. Berdasarkan pada kebutuhan lebih riil inilah banyak orang tertarik untuk bergabung atau mendirikan koperasi kelompok. Seperti halnya pengadaan beras yang dilakukan oleh kelompok Dekrit'17 desa Badang kecamatan Ngoro. Analisis keuntungannya bisa digambarkan bahwa setiap orang membutuhkan beras setiap hari. Asumsinya jika setiap KK (kepala Keluarga) membutuhkan beras 1 kg X 30 hari, alhasil dapat diketahui tiap KK butuh 30 kg untuk makan,” jelas Cak Doel, sapaan akrab Abd. Muhaimin.

Kalau semua kebutuhan pokok disediakan koperasi maka laba akan dibagi bersama dalam tiap tahun berupa SHU (sisa hasil usaha). Masih menurut Cak Doel, kebutuhan masing-masing orang berbeda ketika hutang uang. Ada yang dipakai untuk menutup kebutuhan ada pula untuk pengembangan usaha. Untuk itu dari pada uang hasil hutang tersebut kemudian dipakai untuk membeli kebutuhan pokok do pedagang umum maka anggota tidak akan memperoleh laba. Kalau bisa kelompok mendirikan koperasi jenis Waserda (warung serba ada) untuk memenuhi kebutuhan kelompok sehingga anggota yang biasa beli ke pedagang umum bisa beralih ke koperasi.

Sementara itu, dari hasil perkenalan kelompok ada beberapa persoalan yang harus segera terjawab. Semisal Koperasi WIKA, Zainul Arifin selaku Ketua mengatakan saat ini anggota berjumlah 268 orang dan sudah pernah melakukan SHU 1 kali di bulan Agustus 2008 namun masih dibagi rata. Simpo (Simpanan Pokok) Rp 10 ribu. Simwa (simpanan Wajib) Rp 1000/bulan. “Awalnya pas deklarasi anggota hanya 100 orang. Respon anggota pertama tertarik karena bunga lebih rendah dari pada KSP (koperasi simpan pinjam) pada umum. Dengan bunga menurun masyarakat lebih tertarik, semisal kalau KSP lain seharusnya 10 bulan baru lunas, namun karena anggota telah melunasi pada bulan ke 3 maka bunga mengikuti 3 bulan tersebut,” jelasnya.

Jenis Koperasi WIKA awalnya adalah Waserda dengan kegiatan usaha simpan pinjam serta usaha anyaman pandan. Namun ditengah jalan kegiatan anyaman terkendala pada pemasaran. Padahal Wika pernah mengirim anggotanya ke Thailand, namun sekarang orderan sepi. “Saat ini yang berjalan hanya simpan pinjam, meski pada permodalan masih kurang hingga banyak anggota yang meminjam tidak bisa terpenuhi semua. Ada beberapa kendala lain yang masih muncul yakni kesadaran anggota untuk mengangsur, seringkali ada 1 sampai 2 orang yang agak lambat setiap tanggal 25. Selain itu peminjaman yang kami utamakan untuk modal usaha, namun kenyataannya sebagian besar anggota meminjam untuk kebutuhan keperluan sehari-hari,”

Kelompok dua yakni Koperasi Rukun Tani, sebagian besar anggota adalah petani, dibentuk pada bulan Desember 2008 dengan jumlah anggota 52 orang. Besaran Simpo Rp 10 ribu dan Simwa Rp 1.000, sedangkan besaran jasa dibagi menjadi dua ada yang 1,5 persen tiap bulan atau jasa musiman yakni 2 persen. Menurut Bambang kesadaran anggota untuk membayar Simpo masih kurang sehingga berdampak pada jumlah modal. “Perputaran modal sangat lambat karena anggota lebih memilih musiman dengan waktu lebih lama. Kini total anggota mencapai 100 orang dengan jumlah modal Rp 4 juta,” katanya.

Kelompok tiga yakni Koperasi KPJR (Koperasi Perempuan Jawara Randuwatang) berdiri sejak bulan April 2008 dengan jumlah anggota 20 orang. Adapun besaran Simpo Rp 10 ribu dan Simwa Rp 1.000. Menurut Ibu Sukemi, selaku ketua, bahwa saat ini modal masih bisa memenuhi kebutuhan anggota. Masing-masing anggota melakukan transaksi peminjaman minimal Rp 100 ribu, sedangkan pinjaman maksimal disesuaikan dengan uang yang terkumpul saat pertemuan. Adapun masalah yang dihadapi oleh pengurus saat ini adalah pada pembukuan atau pencatatan keuangannya.
.
Persoalan ini ditanggapi oleh Ida, bahwa apapun transaksinya anggota harus ditulis di buku kas terlebih dahulu. Tujuannya untuk mempermudah pencatatan selanjutnya. Kalau dalam satu bulan sudah tidak ada transaksi maka ditutup dan harus dicocokkan dengan uang yang di dompet. “Pencatatan tersebut amat bermanfaat pada saat pembagian SHU, karena besarnya SHU dibagi rata itu tidak adil. Dikatakan adil jika sesuai dengan jumlah transaksi yang dilakukan setiap anggota. Kalau pembukuan saat ini belum memakai sistem baku dari Dinas Koperasi, maka mulai sekarang alangkah lebih baiknya dicoba. Contoh prosentase SHU 100 persen itu terdiri: cadangan 15 persen, pengurus 10 persen, anggota 65 persen, kesejahteraan 5 persen, dan pendidikan 5 persen,” terang ida

Berapapun bunga akan kembali ke anggota. Untuk itu jika kelompok ingin memiliki modal yang besar solusinya adalah baik Simpo maupun Simwa harus dinaikkan sesuai kesepakatan dalam rapat tahunan. Karena dengan menaikkan jumlah nominal tersebut akan mendongkrak kenaikkan nominal jumlah pinjaman dan perputaran akan semakin besar.

Pelatihan yang memakan waktu hingga dua jam diakhiri dengan rencana tindak lanjut. Salah satu butir kesepakatannya bahwa Komite Pelayanan agar selalu siap jika sewaktu-waktu kelompok membutuhkan bantuan pengelolaan pembukuan saat ada pertemuan koperasi. (din-din)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar